Kisah hidup. Semua orang memiliki perjalanan. Serba-serbi perjalanan hidup. Sadar maupun tidak itu sudah terlalui. Bagaikan air yang mengalir. Mungkin itulah perjalanan hidup yang terjadi.

Kisahmu. Ada lika-liku disana. Lembah dan pegunungan pernah dilalui. Aku memandangnya dari kejauhan. Lembah yang curam dan gunung yang terjal. Terlihat dirimu begitu berat berjalan. Menghela nafas. Hanya itu yang bisa dilakukan. Aku hanya penonton setia. Memandang, itu saja. Komentator setia atas cuplikan peristiwa. Bagiku hanyalah iklan yang berjalan. Dilihat hanya sepintas. Begitu hilang semua sudah terlepas. Cukup tahu saja. Dibubuhi sedikit perasaan. Itulah bentuk simpatiku.

Apakah laut ini selalu bergelombang? Tak bisakah goncangan itu ritmenya di perlambat? Itu bukan kuasa kita. Gelombang ini terlalu berat. Berpegang erat. Hantaman semakin kuat. Apa yang harus dilakukan? Nahkoda mulai rapuh. Kendali nahkoda terlihat lunglai. Awak kapal mulai lelah. Mual dan pusing itu yang dirasa. Seolah berkata tak sanggup namun takut. Awak kapal berusaha sekuat tenaga. Lelah..tumbang dan menyerah.

Kegetiran merasuk dalam diri nahkoda. Parah. Dua cobaan harus dilalui. Belum tuntas misi menaklukkan gelombang. Awak kapal telah tumbang. Siapakah yang mengatur layar? Nahkoda mulai berpikir. Segala akal dan daya dicurahkan. Semua tenaga yang ia punya digunakan. Tepar, awak kapal tak berdaya. Berikan waktu itu yang difikirkan nahkoda. Berharap berjalannya waktu awak kapal akan kembali tegap.

Ditengah hempasan cobaan ada keberkahan. Nahkoda melihat ada kapal yang hendak melintas. Nahkoda meminta bantuan. Awak kapal sebrang datang menolong. Kegusaran hati nahkoda bisa terobati.

Empati akan situasi. Sungguh pelik kondisinya. Rasa ingin menolong dan berbagi derita awak perahu seberang. Tak berfikir lama, ikut andil akan nasib nahkoda. Semoga gelombang itu makin mengecil. Sungguh berat deritamu hai nahkoda.